Next >>
Malang, 27 July 2018
Sejak runtuhnya Orde baru dan memasuki era reformasi di Indonesia, semua suku bangsa dan keturunan darimanapun di Indonesia bisa menjadi masyarakat Indonesia yang seutuhnya dengan hak serta kewajiban yang sama. Demikian halnya dengan masyarakat keturunan Tionghoa yang kini tidak lagi terkucilkan dan bisa melaksanakan kegiatan kebudayaannya dengan terbuka. Apalagi sejak Gus Dur - KH Abdurrahman Wahid - Presiden RI ke-4 meresmikan Imlek sebagai salah satu libur perayaan Nasional.
Lampion bola |
Dalam penelusuran saya hingga saat ini, belum ada literature pasti tentang siapa yang menemukan lampion atau dalam bahasa Inggrisnya Chinese Lantern / Lentera Berwarna, namun dalam kebudayaannya dituliskan bahwa budaya Lampion sudah dikenal sejak jaman Dynasty Han, tepatnya jaman Dynasty Han Barat (206SM - 220M) sekitar 2000thn yang lalu dan selalu digunakan pada setiap acara gembira. Setiap tahunnya pada jaman itu, setiap orang China memasang lentera berwarna (Lentera Putih adalah tanda perkabungan/lentera tak berwarna) saat tanggal kelima belas dari bulan pertama untuk menciptakan suasana meriah. Salah satu alasannya adalah pada tanggal ini juga dikenal dengan Cap Go Meh yaitu reuni keluarga besar yang tinggal berjauhan, sehngga lentera berwarna juga dikenal sebagai simbol reuni/pertemuan yang berbahagia.
1. Lentera Kerajaan / Istana
Asal-usul lentera China diperkirakan mengikuti sebuah legenda di jaman Dynasty Qing, era Yongzheng. Seorang pria tua di Provinsi Hebei sangat terampil dalam konstruksi lentera. Orang tua ini membuat beberapa lentera dan menjualnya di pasar di Distrik Gaocheng. Suatu hari, ia kebetulan bertemu hakim distrik yang menyukai lentera buatannya dan hakim ini membeli semuanya sekaligus. Sang hakim memuja hasil karya ini dan ia menganggap mereka sebagai harta.
Pada tahun yang sama, Kaisar mengumpulkan upeti dan hakim distrik ini mengirimkan banyak barang berharga sekaligus menitipkan beberapa lentera berwarna ini. Diluar dugaan ternyata Kaisar sangat senang dan menerima Lentera ini sebagai upeti dan menghias seluruh Istana dengan lentera ini. Disinilah asal mula dikenalnya lentera Istana yang indah.
Baca juga : Cara membuat Lampion Terbang
2. Lentera Kasa / Shadeng / Gauze Lantern dan Lentera Gantung/swag
Lentera kasa adalah lentera yang umum digunakan di China. Menurut legenda lentera digunakan bersama-sama saat Kaisar Langit marah akibat orang desa membunuh angsa kesayangan-Nya.
3. Lampion terbang
4. Lampion Air
Legenda ini dimulai saat banyak sekali binatang buas yang datang menyerbu desa dan membunuh banyak orang dewasa, anak dan bahkan bayi. Sehingga penduduk desa memutuskan untuk menyerang dan membunuh semua binatang tersebut secara bersama-sama. Sialnya dalam perburuhan tersebut seekor Angsa Suci kehilangan nyawanya oleh penduduk desa sehingga membuat Kaisar Langit marah dan memutuskan untuk menghukum seluruh desa dengan mengirimkan badai api. Seorang Dewi Langit yang baik kemudian merasa kasihan kepada penduduk yang tidak bersalah akan ikut menerima hukuman dari Kaisar langit dan memutuskan untuk turun dari langit dan memberitahukan hal tersebut kepada kepala desa dan mengusulkan sebuah rencana untuk menyalakan secara bersama-sama lentera disekeliling rumah serta semua taman dan halaman bersamaan dengan penyalaan petasan dan kembang api pada tanggal 14, 15 serta 16 malam di bulan pertama Imlek, sehingga Kaisar langit melihat bahwa desa tersebut sudah mendapatkan balasan dari apa yang mereka lakukan. Sejak saat itu kemudian ini menjadi festival lantera China didesa tersebut dan merambah keseluruh China hingga hari ini.
Legenda - Legenda Lainnya :
Legenda - Legenda Lainnya :
1. Legenda Penghormatan Kaisar terhadap Ping Lu
Setelah mangkatnya kaisar Han Liu Bang, Liu Ying yang adalah putra dari Ratu Lu menjadi Kaisar. Namun posisinya yang lemah segera membuat banyak pemberontakan dan ketidaknyamanan di Istana. Ratu Lu kemudian mengambil alih dan atas keputusannya maka keluarga bermarga Liu dikurangi dalam porsi kedudukannya di istana dan memasukkan banyak marga Lu. Setelah Ratu mangkat, marga Lu menjadi takut akan pembalasan dari orang-orang yang tidak puas atas pemerintahan sebelumnya sehingga mereka berkumpul di kediaman Jenderal Lu.
Seorang bernama Liu Xiang melihat situasi ini memutuskan untuk berperang dan mengajak serta veteran Zhou Bo dan Chen Ping sehingga dapat menang dan membunuh Jenderal Lu. Setelah semuanya tenang kemudian para menteri memutuskan untuk mengangkat putera kedua Kaisar Liu Bang, yakni Pangeran liu Heng menjadi penerus. Dalam sejarah beliau dikenal dengan Kaisar Wen dari Dynasty Han.
Kaisar merasa perjuangannya merupakan perjuangan yang sangat sulit untuk mendapatkan kemenangan serta ketenangan didalam negara sehingga memerintahkan untuk kemenangan ini dirayakan sebesar-besarnya dan memunculkan tanda-tanda kebahagian salah satunya dengan Lampion berwarna. Sehingga disini kemudian menjadi asal mula festival lampion.
2. Kisah Dong Fang Shuo (东方朔) dan Yuan Xiao
Dong Fang Shuo |
Suatu hari penasihat Dong Fang Shuo pergi kejalan Chang'an dan mengatur sebuah meja ramalan sebagai sebuah trik penyelesaian masalah wanita tersebut. Namun setiap orang yang diramalnya hari itu mnedapati bahwa mereka akan terkena bencana yang dikirimkan oleh Dewa Api pada tanggal 13 pada bulan pertama. Semua orang kemudian meminta pertolongan dari Dong Fang Shuo apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan mereka. Sehingga Dong Fang Shuo memberikan mereka sebuah gulungan kertas untuk disampaikan kepada Kaisar. Semua masyarakat yang berkumpul kemudian langsung berbondong-bondong ke Istana untuk menyampaikan langsung ke Kaisar tentang bencana tersebut. Setelah sang Kaisar membaca kemudian meminta petunjuk Tang Yuan
Dong Fang Shuo bagaimana cara menganggulanginya. Dong fang Shuo kemudian pura-pura terkejut dan mengatakan bahwa Dewa Api sangat menggemari Tang Yuan dan bukankah sang Kaisar memiliki seorang pelayan bernama Yuan Xiao yang pintar membuatkannya untuk Kaisar? Kaisar menyetujui dan kemudian menyuruh di pelayan membuatkan beberapa Tang Yuan untuk diberikan kepada dewa Api. Saat tanggal 15 kemudian Dong Fang Shuo mengatur pada tanggal tersebut perayaan ramai serta pemasangan kembang api dan petasan sehingga membuat Kaisar berpikir bahwa Dewa Api telah datang. Seluruh kota bergembira terlepas dari bencana, demikian juga banyak orang desa yang datang ke kota termasuk keluarga Yuan Xiao. Ketika mereka melihat lentera Yuan Xiao mereka berteriak dan berlarian kearahnya untuk melepas kangen.
Karena kota Chang'An selamat, sang Kaisar memerintahkan agar setiap orang membuat Tang Yuan setiap tanggal kelima belas dalam bulan pertama lunar untuk dipersembahkan kepada Dewa Api agar semuanya selamat sentosa.
3. Kisah Yuan Shi Kai dan Festival Lentera
Dikatakan bahwa setelah revolusi di tahun 1911, Yuan Shi Kai ingin menjadi kaisar sekali lagi namun takut bila orang-orang menentangnya. Suatu hari ia mendengar orang-orang dijalan berjualan dan berteriak Yuan Xiao,dalam bahasa China Xiao dianggap kepunahan. Sehingga sebelum 1913, Yuan Shikai menurunkan Dekrit yang mengatakan bahwa perayaan festival lentera hanya boleh disebut dengan Tang Yuan dan tidak boleh disebut dengan Yuan Xiao. Namun kebanyakan masyarkat enggan dan tetap menyebut perayaan dengan Yuan Xiao.
4. Kisah Lie Cu Seng si Perampok Budiman
Sejak zaman Dinasti Han hingga Tang, lampion telah disahkan sebagai simbol penyambutan hari raya imlek. Saat dinasti Ming Zhu Yuan Chang (tahun 1368–1644 M), ribuan lampion sengaja dibiarkan mengambang di atas air ketika memproklamirkan ibu kota negara Nanjing.
Namun ada versi lain tentang sejarah lampion yang banyak beredar. Yaitu tentang sejarah lampion (Teng Lo Leng atau Teng Lung) yang dimulai pada zaman dinasti Ming. Pada waktu ada seorang perampok budiman bernama Lie Cu Seng di kota Kaifeng. Dia adalah Robin Hood di zamannya. Karena Lie Cu Seng hanya merampok orang-orang kaya pelit, dan hasil rampokannya dibagikan ke orang miskin.
Namun suatu ketika Lie Cu Seng difitnah, bahwa sebetulnya hasil rampokannya hanya dimakan sendiri. Lie Cu Seng yang menyamar sebagai rakyat jelata membuat cerita tandingan tentang kebaikan Lie Cu Seng, sang perampok dermawan. Dalam penyamarannya Lie Cu Seng juga meminta rakyat untuk memasang lampion di rumahnya. Tujuannya untuk memudahkan Lie Cu Seng membagikan hasil jarahannya kepada rakyat. Hanya rumah yang memasang lampion saja yang akan diberikan bagian.
Dan tentu saja Lie Cu Seng menepati janjinya. Malam hari Lie Cu Seng membagikan hasil jarahannya ke setiap rumah yang memasang lampion. Lama-kelamaan lampion itu digunakan sebagai bentuk penghargaan kepada Lie Cu Seng, sang perampok budiman. Sedang budaya memasang lampion pada akhir tahun baru diartikan sebagai permohonan berkah kepada para dewa.
Motif dan Hiasan Lentera China
Baca juga : Kampoeng Lampion™ Malang sebagai sponsor partner di acara Supporter Bertanya? PSSI Menjawab
Sedangkan Motif-motifnya pada lampion antara lainnya adalah motif Figuratif, Lansekap/Taman, Bunga, Burung, Naga, Ikan, Serangga dan kaligrafi. Selain itu juga ada yang lentera bergulir atau bisa dimainkan dengan diputar sehingga seakan-akan bercerita tentang pemandangan. Bentuknya pun bermacam-macam, ada yang berbentuk persegi, bulat serta oval. Namun yang paling terkenal adalah yang berbentuk Oval dengan hiasan Jumbai emas. Sedangkan bahan yang digunakan pun bermacam-macam tergantung dari type-nya sendiri. Ada yang berbahan bambu, kayu, rotan bahkan kawat baja sebagai frame dengan penutupnya adalah sutera dan kertas semi transparan sedangkan dekorasinya menggunakan cat, kaligrafi/tulisan indah, kertas cut our maupun bordir.
Sumber Pustaka Sejarah Lampion :
- Espesset, Grégoire (2008), "Dongfang Shuo 東方朔", in The Encyclopedia of Taoism, ed. by Fabrizio Pregadio, Routledge
- Giles, Lionel (1948), A Gallery of Chinese Immortals: Selected Biographies Translated from Chinese Sources, John Murray.
- Vervoorn, Aat (1990), Men of the Cliffs and Caves: The Development of the Chinese Eremitic Tradition to the End of the Han Dynasty, Chinese University Press
- Minford, John and Joseph Lau, eds. (2000), Classical Chinese Literature: An Anthology of Translations, Columbia University Press
- Campany, Robert Ford (2009), Making Transcendents: Ascetics and Social Memory in Early Medieval China. University of Hawaii Press.
- Chu Binjie 褚斌傑 (1992). "Dongfang Shuo 東方朔", in: Zhongguo da baike quanshu ä¸ĺś‹ĺ¤§ç™ľç§‘全書, Zhongguo wenxue ä¸ĺś‹ć–‡ĺ¸, vol 1, p. 118. Beijing/Shanghai: Zhongguo da baike quanshu chubanshe.
- "2010 Taichung Traditional Arts Festival", Taiwan News, Taichung City Cultural Affairs Bureau, 2010-02-19
no repost
Next >>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar