Seperti yang kita ketahui bahwa lampion merupakan salah satu jenis lampu yang saat ini telah banyak dibuat oleh para pengrajin serta sangat terkenal terutama dalam perayaan budaya Cina. Lampion sendiri merupakan salah satu jenis lampu yang memiliki sifat tertutup dan memiliki makna seni yang tinggi. Pada awal kemunculannya pada umumnya lampu ini hanya berbentuk bulat dengan kerangka yang dibuat dari bambu atau rotan. Namun saat ini lampu ini telah berkembang menjadi berbagai bentuk yang beragam mulai dari bunga, hewan, dan lain-lain bahkan lampu-lampu berbentuk tersebut telah dijadikan sebagai objek wisata di beberapa kota terkenal di Indonesia. Jenis lampu ini dikatakan tertutup sebab lampu inti yang bisa berasal dari lilin atau lampu bertenaga listrik diletakkan di dalam sebuah kerangka dimana di bagian luar kerangka tersebut ditutup menggunakan kertas atau kain.


Mungkin sebagian besar dari kita sampai saat ini masih tidak mengetahui bagaimana awal cerita hingga muncul sebuah ragam lampu hias. Padahal ketika melihat dari awal mula kemunculannya lampu ini memiliki makna serta cerita legenda yang terdapat di dalamnya. Menurut dari kisah pertama adanya lampu ini sebuah fakta yang mengejutkan menyatakan bahwa nama lampu ini telah tertera dalam sebuah buku kuno yang ada sejak 2000 tahun yang lalu. Nama lampion pertama kali ditemukan di dalam sebuah dokumen tertulis yang berasal dari Yunani Kuno yang dituliskan oleh Empledokles Agrigentum dan Theopompos yang pada zamannya dikenal sebagai penyair yang handal. Di negara Cina sendiri lampu ini juga telah digunakan sejak zaman dinasti Han yang juga telah berusia 2000 tahun dimana pada awalnya lampu ini dibuat dari bahan yang memanfaatkan hasil utama pada masa itu seperti kulit binatang dan kain. Pada awal kemunculannya, lampu ini digunakan sebagai penerangan utama yang dibawa oleh setiap prajurit atau pengawal kerajaan untuk melakukan ronda keliling demi menghindari pencuri pada saat itu.

Sejarah Awal Kemunculan Lampion


Seperti yang kita ketahui bahwa lampion seringkali digunakan di dalam berbagai kebudayaan Cina sebab penggunaannya pun pertama kali digaungkan di negara Cina. Salah satu perayaan terkenal yang selalu menggunakan lampu ini adalah perayaan Imlek atau yang sering disebut sebagai tahun baru Cina karena didasarkan pada kalender budaya tersebut. Menggunakan lampu ini untuk perayaan imlek baru dikenalkan pada awal tahun 1300an sejak kepemimpinan dinasti Ming sehingga fungsi lampu ini tidak hanya digunakan untuk menerangi jalan di sekitar perkampungan penduduk. Pada zaman dahulu lampu ini telah memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang beragam tergantung dari festival yang sedang dirayakan. Pada festival hantu di kebudayaan Cina pada umumnya lampu yang digunakan berbentuk bunga teratai yang banyak diletakkan di sekitaran sungai dan berwarna putih. Dimana bentuk bunga teratai tersebut merupakan sebuah simbol yang dipercaya dapat dikenali oleh para leluhur serta warna putih yang digunakan merupakan simbol dari jiwa-jiwa leluhur.
Seiring dengan berkembangnya zaman penggunaan lampion bukan hanya sekedar sebagai pelengkap atau simbol sakral dari sebuah festival kebudayaan Cina. Namun lampu ini mulai digunakan para warga sebagai salah satu penerangan di setiap teras rumah yang berguna untuk menerangi jalan di sekitarnya. Pada awal tahun 1700an lampu yang diperuntukkan untuk digunakan demi penerangan sehari-hari biasanya terbuat dari bahan-bahan yang kokoh seperti logam atau kaca. Sebelum adanya lampu listrik untuk menerangi jalan para warga biasanya menggunakan jenis lampu ini yang dibuat dengan keranjang kayu dan menggantungnya disetiap tiang-tiang di pinggir jalan. Kemudian penggunaan lampu ini digantikan oleh lampu minyak yang menggunakan minyak paus sebagai bahan bakarnya. Dengan berkembangnya zaman lama-lama para warga menggunakan lampu listrik untuk menerangi jalan.
Berbeda dengan kebudayaan Cina yang pada umumnya menggunakan lampion sebagai salah satu ciri khas sakral dari perayaan festival kebudayaan. Jepang juga memiliki bentuk lampion khas tersendiri yang telah berkembang dimulai pada awal tahun 1950an. Pada saat itu lampu jenis ini digunakan sebagai salah satu penerangan yang dibawa oleh para pedagang untuk berdagang pada malam hari. Semenjak itu para pengrajin di salah satu wilayah di Jepang mulai giat memproduksi lampu ini. Namun semenjak tahun kemunculannya produksi lampu ini mengalami penurunan sebab para pengrajin lampu ini tidak dapat membuat sebuah bentuk yang mencirikan negara Jepang. Hingga akhirnya seorang pematung Jepang yang berkarya di Amerika memperkenalkan “Akari” sebagai bentuk khas jenis lampu ini dari negara Jepang.
Pematung tersebut bernama Isamu Noguchi yang memperkenalkan desain baru lampion setinggi 9.5 kaki yang terbuat dari kertas beras atau washi yang menggunakan kawat dan bambu sebagai bahan konstruksinya untuk membentuk desain geometris sebagai sebuah lampu gantung yang khas di gunakan di Jepang. Untuk memperkenalkan desain “Akari” ini, Noguchi berpergian ke sebuah wilayah di Jepang yang dinamakan Kota Gifu dimana para pengrajin lampu ini berpusat disana. Semenjak kedatangannya ia mengajarkan dan memotivasi para pengrajin untuk giat menghasilkan lampu dengan desain geometris. Perjuangannya saat itu membuahkan hasil dimana produk “Akari” dapat terjual keras di pasaran Perancis dan Italia yang digunakan sebagai desain interior perumahan di negara tersebut.
Seperti yang sering kita jumpai bahwa lampion yang digunakan setiap perayaan tahun baru Cina atau festival Imlek selalu menggunakan warna merah. Ternyata bagi para warga keturunan Cina warna merah memiliki makna tersendiri dan menjadi simbol dari sebuah hal yang sangat positif. Bagi masyarakat Cina warna merah memberikan arti sebagai warna yang akan mendatangkan keberuntungan, keberkahan serta kebahagiaan untuk memulai sebuah awal yang baru di tahun yang baru. Selain dipercaya membawa keberuntungan warna merah juga dipercaya sebagai pelindung jika diletakkan di depan atau sekitaran rumah. Sebab warna merah dipercaya dapat mengusir roh-roh jahat yang hendak memasuki sebuah rumah. Namun ternyata kepercayaan bahwa warna merah membawa keberkahan tidak serta merta dipercayai melainkan ada legenda menarik yang terkandung di dalamnya.
Kisah megenai warna merah lampion ini terjadi sekitar tahun 1300an saat Dinasti Ming sedang berjaya memegang kekuasaan di dalam pemerintahan. Pada saat itu dikenal seorang perampok dari kota KeiFeng yang bernama Lie Cu Seng yang sangat disukai oleh masyarakat kota tersebut. Sebab Lie Cu Seng akan selalu membagikan hasil rampokannya kepada masyarakat miskin dan tidak pernah menggunakannya hanya untuk kepentingan pribadi. Sehingga di kota tersebut Lie akhirnya memiliki pengikut atau kelompok di setiap aksinya untuk membantu Lie mencuri harta dari orang kaya. Pada suatu ketika ia dan kelompoknya berniat untuk melakukan aksi pencurian di kota kediaman sang raja karena di kota KeiFeng penduduk kaya mulai tidak banyak yang dapat dipergunakan hartanya.
Namun saat melakukan survey di kota raja ia mendapati bahwa sebagian besar masyarakat disana tidak menyukai dirinya karena dikenal sebagai seseorang yang terkenal selalu mencuri dan memanfaatkan hasil curian untuk dirinya sendiri. Sehingga akhirnya ia menyamar menjadi warga di kota tersebut dan menyebarkan berita bahwa setiap warga yang memasang lampion berwarna merah di depan rumahnya pada suatu malam maka rumah tersebut akan mendapatkan berkah keesokan harinya. Tidak disangka bahwa banyak warga yang mempercayai berita tersebut. Hingga akhirnya Lie dan kelompoknya berhasil melakukan aksi pencurian dan membagikan hasilnya kepada setiap warga yang memasang lampu berwarna merah di depan rumahnya. Sejak saat itu lampion berwarna merah dipercayai sebagai salah satu sumber pembawa keberkahan.

<< Previous                                                                                                                                                                       Next >>